Selasa, 18 Maret 2014

Insatiable






Judul: Insatiable
Penulis: Meg Cabot
Alih Bahasa: Nurkinanti Laraskusuma
Tebal: 608 halaman
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-9643-3
Terbit: Juli 2013




Meena Harper terlahir dengan bakat yang tidak pernah diharapkannya: kemampuan melihat kematian orang lain, kecuali dirinya sendiri. Kelebihan sekaligus keterbatasannya ini mengantarkannya pada sebuah pertemuan tak terduga dengan Lucien Antonescu yang tak bisa ia prediksi kematiannya. Ketika mereka dipertemukan kembali dan saling memiliki perasaan yang sama, Meena tak pernah menduga bahwa hubungan mereka akan membawanya pada sebuah petualangan yang membahayakan orang-orang yang disayanginya. Ketika Alaric Wulf—sang anggota Palatine Guard—hadir dan mengungkap sisi gelap Lucien, sanggupkah Meena menerimanya? Atau ia akan meninggalkannya demi keselamatan orang-orang yang dicintainya dan memilih sang anggota Palatine Guard?

Bagi para pecinta novel romantis berbau vampir, novel ini tentunya tak boleh dilewatkan. Berbeda dengan Twilight saga yang menceritakan tentang kisah romantisme Edward-Bella yang masih duduk di bangku SMA, Insatiable merupakan kisah romantisme vampir versi dewasa. Novel ini menawarkan petualangan dan romantisme vampir yang berbeda dari novel-novel yang mengambil tema sejenis, serta memasukkan unsur-unsur yang terdapat di dalam novel Dracula karya Bram stoker dan meramunya untuk menjadi bagian dari cerita. Kekhasan cerita pun muncul dengan perpaduan klasik dan modern tersebut. Selain itu, novel ini juga memadukan unsur-unsur sejarah yang terkait dengan Vlad Tepes, unit militer Vatikan, dan beberapa gereja serta tokoh-tokohnya ke dalam cerita. Hal tersebut menjadi keunggulan novel karya Meg Cabot ini.



Meg Cabot tidak hanya mengajak kita untuk menikmati romantisme antara Lucien dan Meena, tetapi juga mengajak kita untuk melihat sejumlah sejarah yang memengaruhi kehidupan para tokoh yang ada di dalam novelnya ini. Ia menjadikan sejarah-sejarah yang digunakan dalam novel ini sebagai landasan dan latar belakang yang memengaruhi berbagai tindakan yang dilakukan para tokoh, serta sebagai arah bagi jalan cerita novel ini sendiri. Ia pun menyampaikan sejarah-sejarah yang digunakan dalam novel ini melalui sudut pandang tokoh yang bersangkutan sehingga terkesan alami dan menyatu dengan cerita dan karakter para tokoh tersebut. Itulah yang membuat saya jatuh cinta pada novel ini.


Sayangnya, seperti kebanyakan novel dengan tema sejenis, novel ini pun tidak lepas dari kisah cinta segitiga antara dua lelaki yang berseberangan dan seorang perempuan yang membuat mereka jatuh hati. Tampaknya unsur ini memang sulit ditiadakan dari novel bertema seperti Insatiable ini, tetapi setidaknya proses jatuh cinta di antara para tokohnya mengalir dengan bantuan sejarah yang menjadi latar belakang mereka. Bagaimana perasaan cinta Meena dan Lucien yang tumbuh setelah mengetahui kisah masing-masing, serta perasaan Alaric terhadap Meena yang tumbuh karena dorongan untuk melindungi gadis itu dari bahaya makhluk yang dianggap terkutuk oleh organisasinya, semuanya mengalir secara alami. Bagi Lucien, Meena adalah sebuah keajaiban dan harapan bagi kehidupannya yang penuh dengan kegelapan, walau ia sadar bahwa sisi lain dirinya dapat membahayakan Meena. Meena sendiri begitu tersanjung dan bahagia bahwa Lucien memiliki perasaan yang sama dengannya, tetapi kemudian harus berpikir keras saat mengetahui sisi gelap Lucien yang ternyata jauh di luar dugaannya. Di lain pihak, Alaric baru menyadari perasaannya yang begitu kuat terhadap Meena setelah berbagai peristiwa yang mereka alami bersama dan itu membuat Meena semakin bimbang.



Novel ini tidak tamat hanya dalam satu buku saja. Kita masih harus menunggu kelanjutan kisah Lucien, Meena, dan Alaric. Di Amerika sendiri buku keduanya sudah terbit dan sepertinya masih akan berlanjut, sedangkan untuk di Indonesia kita masih harus bersabar menunggu Gramedia Pustaka Utama untuk menerbitkan lanjutannya. Walau harus bersabar karena ini novel berseri, saya pribadi penasaran untuk menantikan kelanjutan kisahnya yang menarik dan seru.






Senin, 17 Februari 2014

Masih...

Dada terasa sesak karena sebuah perasaan yang terus terpendam sekian lama
Mulut bergetar karena menahan perkataan yang hendak terucap
Jeda dalam hari-hari yang silih berganti menjadi saat yang paling menyedihkan
Semua karena sesosok yang tak akan pernah kembali lagi pada diri ini

Air mata menemani bayangan yang terus menantikan dirinya
Walau bayangan itu sadar bahwa sosok yang dinantikannya tak akan pernah datang
Walau bayangan itu sadar sosok itu telah melupakannya
Namun, bayangan itu tetap menantinya...
Di sudut hatinya, ia masih berharap bahwa sosok itu kelak akan muncul lagi di hadapannya...

Dentingan waktu seolah tak kunjung menyadarkannya
Bahwa ia harus merelakan sosok itu
Ia masih percaya bahwa akan tiba hari di mana ia akan kembali bertemu dengan sosok itu
Bayangan itu masih mengenal nada suaranya
Bayangan itu masih mengingat dengan jelas gambarannya
Mungkin, bayangan itu terlalu menyayanginya...

Sabtu, 22 Juni 2013

The Bittersweet on Youthful Day



Baru saja selesai menonton film Taiwan ”You Are The Apple of My Eye”. Film ini sebenarnya sudah menarik perhatianku sejak pertama kali lihat di internet pada awal kemunculannya di tahun 2011, tapi entah mengapa baru belakangan aku sempat mengunduhnya. Sudah 2 tahun berlalu dan ternyata aku baru sadar kalau film ini sudah meraih penghargaan di negaranya sendiri dan di China serta menjadi salah satu film box office di tahun 2011 lalu. Walau termasuk terlambat, setidaknya aku berhasil menyelesaikan film ini.
Sebuah film yang bercerita tentang hal sederhana, tetapi memberikan pesan yang bermakna dalam bagi para penontonnya. Aku suka cara film ini menuturkan ceritanya, begitu mengalir dan akhir yang tak terduga. Namun, justru di bagian akhir inilah aku merasakan keindahan dari film ini. Bagian ketika kenangan itu muncul kembali dan kemudian diperlihatkan dari sisi yang selama ini tak diketahui. Pada akhirnya bagian akhir film ini mampu membuatku meneteskan air mata.
Sutradara Giddens Ko yang juga merupakan penulis novel dari film ini berhasil memvisualisasikan cerita novelnya ke layar lebar. Ditambah lagi dengan akting Ko Chen-Tung dan Michelle Chen yang memberikan chemistry nyata serta iringan soundtrack yang liriknya begitu sesuai dengan keadaan di film ini membuat film ini semakin menarik untuk ditonton.
Bagian akhir dari film ini membuatku berpikir tentang ’seandainya’. Seandainya waktu itu Ko-Teng mau mendengar jawaban dari Chia-Yi saat mereka akan menerbangkan lampion, seandainya waktu itu Ko-Teng menghampiri Chia-Yi dan berbaikan, seandainya, seandainya. Mungkin keadaan mereka akan berbeda. Mungkin akhir kisah mereka tidak seperti itu. Namun, mungkin pula ini yang terbaik bagi mereka berdua. Bahwa apa yang terjadi di antara mereka menjadi kenangan yang akan terus mereka ingat, seperti yang tertera di lagu soundtrack film ini, ”Those Years” yang dinyanyikan oleh Hu Xia. Bahwa tak selalu harus berakhir bersama untuk dapat berbahagia. Setidaknya di akhir, Ko-Teng telah menunjukkan pada Chia-Yi bahwa ia tetap memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya dan masih menganggap Chia-Yi sebagai gadis yang paling disayanginya, walau mereka tak dapat bersama. Bahwa Ko-Teng ingin gadis yang disayanginya tersebut berbahagia dan walau bukan bersama dirinya dan bagi Chia-Yi pun Ko-Teng akan tetap ada di suatu sudut hatinya sebagai bagian dari masa mudanya.
Mungkin banyak yang mempertanyakan mengapa Ko-Teng tak mau mendengar jawaban Chia-Yi sewaktu mereka akan menerbangkan lampion bersama, padahal akhirnya kita melihat bahwa Chia-Yi menulis ”Let’s be together” sebagai permohonannya. Sepertinya Ko-Teng takut mendengar penolakan dari Chia-Yi dan lebih memilih untuk tetap seperti apa adanya hubungan mereka saat itu. Ia berkata bahwa kelak ia akan menjadikan Chia-Yi miliknya dan ia tak meminta jawaban sekarang agar Chia-Yi tak dapat menolaknya. Keduanya tak pernah tahu bagaimana suratan takdir berjalan dan percaya bahwa kelak mereka dapat bersama. Sewaktu mereka berpisah setelah pertengkaran gara-gara Ko-Teng mengadakan dan ikut pertandingan adu kekuatan pun masing-masing dari mereka masih berpikiran dapat bersama kembali. Kita bisa melihat bahwa walau Chia-Yi tengah berpacaran dengan A-he saat itu, tetapi ia teringat dengan Ko-Teng dan tersenyum saat melihat sepasang kekasih yang bertengkar kemudian berbaikan. Mungkin ia berharap dan berpikir bagaimana seandainya bila dulu ia berbaikan dengan Ko-Teng. Saat gempa besar 21 September melanda Taipei dan sekitarnya, Ko-Teng berusaha keras mencari sinyal agar dapat menelepon Chia-Yi karena, ia sangat mengkhawatirkannya. Mereka yang telah 2 tahun lamanya tidak saling menghubungi akhirnya bisa mengobrol seperti dahulu kala dan mengingat segala hal yang terjadi di masa lalu. Di sinilah kita juga akhirnya mengetahui alasan mengapa Chia-Yi tidak langsung mau berpacaran dengan Ko-Teng. Di sini pula Ko-Teng menanyakan pada Chia-Yi apakah ia percaya dengan adanya dunia paralel karena, mungkin saja di dunia yang satu lagi itu mereka dapat bersama-sama dan Chia-Yi berkata bahwa ia iri dengan mereka yang ada di dunia satu lagi itu dan berterima kasih karena, Ko-Teng telah menyukainya...
Walau mereka pada akhirnya tidak bersama, tetapi mereka tetap memiliki kenangan bersama. Keduanya menjadi bagian satu sama lain di kehidupan masa muda mereka. Bahwa bagi keduanya, masing-masing adalah cinta pertama mereka, yang walaupun tidak berakhir bersama, tetapi tetap membekas bagi masing-masing. Bahwa Ko-Teng turut berbahagia untuk Chia-Yi. Bahwa ini adalah perjalanan hidup mereka di masa sekarang. Bahwa mungkin mereka dapat bersama di dunia yang satu lagi...

Jumat, 03 Mei 2013

Sincerely


You give me the light to see, I can hear you calling back for me
This promise I’ll always keep
Just remember that I’ll never leave


Selasa, 30 April 2013

Aku, Ia, dan Masa


Relakan...
Relakan itu semua menjadi masa lalu..
Kau harus maju, kau harus bergerak
Kau tak bisa terus terjebak pada hal-hal yang telah berlalu
                   
Kenangan itu ada
Kau dan dia pernah berada di sana, di waktu itu
Namun, itu semua sudah berlalu...
Sekarang kau dan dia telah menempuh jalan yang berbeda...

Tak apa...tak perlu kau merasa bersalah...
Ia tak ikut terdiam dan tenggelam di sana...’
Ia bahkan telah terlebih dahulu bergerak maju...
Sekarang justru kau yang sedang tenggelam di sana...di masa-masa dahulu itu...
Kau terjebak dan merasa terikat pada sebuah janji yang tak terucap dan tak akan pernah terpenuhi...

Tak ada yang perlu kau sesalkan...
Kalian memang tidak dapat kembali ke waktu itu karena, waktu memang tak pernah dapat diputar kembali..
Waktu terus berjalan...
Seiring berjalannya waktu, perasaanmu pun akan berjalan mengikuti alirannya
Mungkin itulah yang dilakukannya...mengikuti aliran sang waktu...
Meninggalkan segala yang telah berlalu di masa lalu...
Berjalan untuk menemukan yang baru

Maka kau pun berjalanlah...bergeraklah...
Tinggalkanlah masa-masa itu...
Relakanlah...relakanlah ia menjadi bagian dari masa lalu...
Mungkin kalian memang ditakdirkan hanya untuk di masa itu...
Mungkin Tuhan sedang mempersiapkan sebuah pertemuan baru untukmu
Maka relakanlah ia...relakanlah ia seperti ia merelakanmu..
Menjadi masa lalu...



Rabu, 27 Februari 2013

Ternyata, waktu terus bergulir

Jumat, 28 Desember 2012







Beneath this endless sky, where are you right now? Who did you meet today? What  did you talk about? Where did you go? What was the last time you thought about me? Who are you in love with?
~Takahashi Nanami - Bokura ga Ita~