lelah...
sudah berkali-kali ini terjadi...
rasanya sudah tak sanggup lagi untuk memikul ini semua...
egois?
benarkah?
tak bolehkah?
mengapa?
hanya ingin tenang menikmati dunia di mana seharusnya aku dapat tinggal.
dunia yang tidak akan menolak keberadaanku.
dunia yang tidak akan mencemoohku.
aku ingin ke sana...
kembalikan aku ke sana...
dunia yang sekarang ini bukanlah tempat seharusnya aku berada...
aku hanya semakin terluka di sini...
Selasa, 30 November 2010
Rabu, 08 September 2010
KELAM

Banyak yang bilang aku aneh. Banyak yang bilang aku bagai bocah. Banyak yang mencemoohku di belakang. Namun, aku tak peduli.
Banyak yang mengejekku. Banyak yang menjauhiku. Banyak yang menganggapku bagai kuman. Namun, aku tak peduli.
Setelah hidup selama kurang lebih 19 tahun aku menyadari bahwa tak selamanya segala sesuatu akan berjalan mulus dan seperti yang diinginkan. Tak semua orang dapat menerima diri kita apa adanya. Tak semua manusia dapat hidup tenang tanpa bisikan di sana-sini. Aku mengerti akan hal itu. Aku tahu itu.
Aku telah belajar bahwa memang tidak mungkin dapat melenggang begitu saja bagai di atas panggung pagelaran tempat para model memamerkan pakaian-pakaian yang bagus. Kritik, ocehan, hingga cacian pasti akan bergulir sepanjang pagelaran tersebut. Apalagi bila sang model dianggap kurang layak untuk berada di atas panggung atau karena ia melakukan kesalahan di atas panggung.
Kurasa aku termasuk ke dalam kedua tipe tersebut. Kuakui aku bukanlah tipe yang enak untuk dilihat, dan aku sering sekali berbeda dengan orang kebanyakan sehingga mereka memandangku salah.
Jika ditanya apakah aku ingin berubah, tentu saja aku tidak ingin. Ini diriku apa adanya. Keras kepalaku, egoisku, serta segala macam sifat jelekku pun tak ingin kuubah. Aku merasa itu semua adalah bagian dari diriku. Untuk apa aku memaksa menghapus hal-hal yang ada pada diriku? Hanya untuk menyenangkan orang lain? Rasanya terlalu naif.
Manusia memang hanya ingin melihat yang baik-baik saja. Manusia memang lebih senang dengan segala hal yang tampak di matanya. Selalu ingin mendengarkan yang ia dengar, tanpa peduli bagaimana pihak lain merasakan penderitaan akibat menahan semuanya.
Tersenyum. Tertawa. Kuanggap semua itu palsu. Jadi, mungkin selama ini pun aku bersandiwara. Penipu? Mengapa tidak? Toh mereka yang menerimanya, bukan diriku. Aku sih tak peduli.
Peran anak baik, murid baik, teman baik, untuk apa semua itu? Pada akhirnya aku menyakiti diriku sendiri. Aku sudah capek memerankannya. Aku merasa muak karena, aku merasa menjadi kotor. Ini semua karena permintaan orang lain. Aku benci akan hal ini.
Semua yang kupendam. Semua yang terkubur lama di dalam diriku. Semuanya berontak, menjerit histeris. Semuanya minta untuk dikeluarkan. Oleh karena itu, jangan salahkan diriku bila kalian menerima semua itu.
Sabtu, 22 Mei 2010
Edward Cullen vs Me
Edward Cullen…
Cowok sempurna yang akhirnya menjadi pasangan abadinya Bella Swan.
Cowok sempurna yang tak ada di dunia yang nyata ini.
Cowok sempurna yang hanya ada di dalam buku-buku cerita drama-romantis-mellow.
Cowok sempurna yang hanya akan menjadi milik gadis yang sempurna pula.
Cowok sempurna yang tak akan pernah kumiliki…
Edward Cullen…
Tampan, baik hati, ahli dalam berbagai bidang.
Setia, penyayang, menakjubkan.
Benar-benar cowok yang hanya ada dalam cerita-cerita yang melodramatis.
Hingga detik ini aku begitu mengagumi sekaligus membencinya.
Aku kagum dengan segala hal yang dimilikinya, baik secara fisik maupun segala hal yang ada di dalam hatinya : kebaikannya, kesetiaannya, dan lain sebagainya.
Semua hal tersebut sudah cukup untuk membuatku berdecak kagum dan memujanya.
Semua hal tersebut hanya akan membuatku semakin mendambakan sosok seperti dirinya hadir di dunia nyata ini.
Semua hal tersebut hanya membuatku jadi menginginkan sosok seperti dirinya itu bisa kumiliki…
Aku membencinya karena dia membuatku menjadi gadis yang mengharapkan sesuatu yang tidak kuharapkan dapat terjadi padaku saat ini : CINTA.
Aku membencinya karena membuatku jadi berpikir untuk memiliki seseorang yang bisa kujadikan sandaran dalam suka dan duka.
Aku membencinya karena sosok dirinya membuatku jadi berharap untuk menemukan ‘seseorang’ yang dapat mengisi kekosongan hatiku saat ini.
Dan aku membenci semua harapan yang diberikan Edward Cullen.
Aku membenci semua mimpi yang ditawarkan oleh sosok Edward Cullen…
Aku sadar akan keberadaan diriku. Aku tahu siapa diriku. Aku kenal siapa diriku. Dan aku tahu apa yang kuinginkan serta apa yang tidak seharusnya kuinginkan.
Aku tidak mau berpikir tentang hal-hal yang membuat dadaku terasa sesak.
Aku tidak mau membiarkan hatiku terluka dan rapuh…
Aku tidak mau membiarkan diriku terlihat lemah.
Aku tidak mau menangis dan meratap…
Aku tidak mau melakukan semua hal tersebut demi seorang LELAKI.
Aku sudah cukup membaca semua kisah menyedihkan dan menyayat jiwa karena LELAKI.
Aku sudah cukup mendengar banyak lagu yang mengalun pedih dan liriknya mengandung kesedihan karena LELAKI.
Aku pun sudah cukup mendengar kisah sedih mama dan para sahabatku yang terluka karena LELAKI.
Aku tidak mau menjadi korban seperti mereka semua..
Aku tidak mau terluka dan kecewa karena cintaku padaku seorang LELAKI.
Aku tidak mau membiarkan diriku terlihat lemah dan cengeng karena LELAKI.
Namun, di satu sisi aku selalu mengharapkan adanya seorang LELAKI yang bisa menghapus segala pemikiran egoisku itu.
Aku selalu berharap akan ada seorang LELAKI yang berbeda dengan kebanyakan LELAKI yang kuanggap mengecewakan.
Aku berharap aku kelak akan mendapatkan seorang pangeran seperti Bella yang menemukan Edward Cullen, seperti Yi Ning yang mendapatkan Qi Shu, seperti Nana yang bersatu dengan Ren, seperti Yu Yan yang selalu mencintai Yun Hao, dan lain sebagainya.
Bolehkah aku berharap?
Bisakah harapanku terwujud?
Akankah aku akan menemukan pangeran yang aku impikan?
Cowok sempurna yang akhirnya menjadi pasangan abadinya Bella Swan.
Cowok sempurna yang tak ada di dunia yang nyata ini.
Cowok sempurna yang hanya ada di dalam buku-buku cerita drama-romantis-mellow.
Cowok sempurna yang hanya akan menjadi milik gadis yang sempurna pula.
Cowok sempurna yang tak akan pernah kumiliki…
Edward Cullen…
Tampan, baik hati, ahli dalam berbagai bidang.
Setia, penyayang, menakjubkan.
Benar-benar cowok yang hanya ada dalam cerita-cerita yang melodramatis.
Hingga detik ini aku begitu mengagumi sekaligus membencinya.
Aku kagum dengan segala hal yang dimilikinya, baik secara fisik maupun segala hal yang ada di dalam hatinya : kebaikannya, kesetiaannya, dan lain sebagainya.
Semua hal tersebut sudah cukup untuk membuatku berdecak kagum dan memujanya.
Semua hal tersebut hanya akan membuatku semakin mendambakan sosok seperti dirinya hadir di dunia nyata ini.
Semua hal tersebut hanya membuatku jadi menginginkan sosok seperti dirinya itu bisa kumiliki…
Aku membencinya karena dia membuatku menjadi gadis yang mengharapkan sesuatu yang tidak kuharapkan dapat terjadi padaku saat ini : CINTA.
Aku membencinya karena membuatku jadi berpikir untuk memiliki seseorang yang bisa kujadikan sandaran dalam suka dan duka.
Aku membencinya karena sosok dirinya membuatku jadi berharap untuk menemukan ‘seseorang’ yang dapat mengisi kekosongan hatiku saat ini.
Dan aku membenci semua harapan yang diberikan Edward Cullen.
Aku membenci semua mimpi yang ditawarkan oleh sosok Edward Cullen…
Aku sadar akan keberadaan diriku. Aku tahu siapa diriku. Aku kenal siapa diriku. Dan aku tahu apa yang kuinginkan serta apa yang tidak seharusnya kuinginkan.
Aku tidak mau berpikir tentang hal-hal yang membuat dadaku terasa sesak.
Aku tidak mau membiarkan hatiku terluka dan rapuh…
Aku tidak mau membiarkan diriku terlihat lemah.
Aku tidak mau menangis dan meratap…
Aku tidak mau melakukan semua hal tersebut demi seorang LELAKI.
Aku sudah cukup membaca semua kisah menyedihkan dan menyayat jiwa karena LELAKI.
Aku sudah cukup mendengar banyak lagu yang mengalun pedih dan liriknya mengandung kesedihan karena LELAKI.
Aku pun sudah cukup mendengar kisah sedih mama dan para sahabatku yang terluka karena LELAKI.
Aku tidak mau menjadi korban seperti mereka semua..
Aku tidak mau terluka dan kecewa karena cintaku padaku seorang LELAKI.
Aku tidak mau membiarkan diriku terlihat lemah dan cengeng karena LELAKI.
Namun, di satu sisi aku selalu mengharapkan adanya seorang LELAKI yang bisa menghapus segala pemikiran egoisku itu.
Aku selalu berharap akan ada seorang LELAKI yang berbeda dengan kebanyakan LELAKI yang kuanggap mengecewakan.
Aku berharap aku kelak akan mendapatkan seorang pangeran seperti Bella yang menemukan Edward Cullen, seperti Yi Ning yang mendapatkan Qi Shu, seperti Nana yang bersatu dengan Ren, seperti Yu Yan yang selalu mencintai Yun Hao, dan lain sebagainya.
Bolehkah aku berharap?
Bisakah harapanku terwujud?
Akankah aku akan menemukan pangeran yang aku impikan?
Senin, 17 Mei 2010
Super Junior - Bonamana
Setelah terpesona pada penampilan mereka di Sorry Sorry, kali ini aku kembali terpesona dengan Super Junior di album ke-4 mereka: Bonamana. Videonya menunjukkan keahlian dance mereka yang semakin keren dan penampilan mereka yang semakin dewasa. Walau mereka saat ini hanya bersepuluh saja, tapi hal tersebut tidak mengurangi kehebatan dan daya pesona mereka. Vokal yang semakin matang dan penampilan yang semakin dewasa seolah-olah menunjukkan metamorfosis mereka dari boyband dengan penampilan khas boys hingga sekarang yang terasa manly. Sebuah pencapaian yang luar biasa bagi sebuah boyband karena, saat ini pemberitaan mengenai mereka selalu menjadi trending topic dalam situs jejaring sosial dan situs-situs lainnya di internet. Mereka menjadi begitu populer dan meraup begitu banyak fans di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Wajah tampan bukanlah satu-satunya alasan mengapa mereka begitu banyak meluluhkan hati para penggemar, tetapi juga kualitas vokal dan tarian mereka memukau. Penampilan mereka dalam berkostum juga turut membuat para penggemar berdecak kagum. Khusus di album Bonamana ini menurutku mereka semakin tampil dewasa dan seksi tentunya ^^. Video Bonamana telah merebut perhatianku sejak pertama kali aku melihatnya.
Benar-benar tidak sanggup berkata-kata ketika melihat mereka di video ini. KEREN!!!
Kyuhyun potong rambut dan dia semakin terlihat dewasa, Lee Teuk berani memamerkan otot-otot badannya yang akan membuat kita terdiam saking terpesonanya^^.
Setelah mendengar lagu-lagu di album Bonamana pun aku merasakan perbedaan yang menurutku mengarah ke positif. Walau dengan jumlah yang hanya bersepuluh, Super Junior tetap tampil prima di album ini dan malah semakin menunjukkan kematangan dalam berolah vokal. Pada awalnya, di lagu Bonamana aku sempat tidak dapat mengenali vokal siapa saja yang sedang bernyanyi, tapi pada akhirnya setelah beberapa kali mendengarkan dan setelah melihat videonya aku berhasil kembali menemukan vokal siapa saja saat sedang menyanyikan bait-bait lagu Bonamana. Di album kali ini pun KRY masih menjadi vokal utama, tetapi tidak mengenyampingkan anggota yang lainnya. Lagu Boom Boom terasa unik dan berbeda dengan lagu-lagu Super Junior kebanyakan. KRY pun kembali memamerkan kemampuan vokal mereka pada sejumlah lagu ballad yang ada di album ini. Secara keseluruhan, album ini sangat sayang bila dilewatkan, khususnya bagi para penggemar Super Junior. Bagi yang ingin mencoba sensasi dance boyband yang manly, silahkan mencoba mendengarkan album ini dan tontonlah videonya^^
Benar-benar tidak sanggup berkata-kata ketika melihat mereka di video ini. KEREN!!!
Kyuhyun potong rambut dan dia semakin terlihat dewasa, Lee Teuk berani memamerkan otot-otot badannya yang akan membuat kita terdiam saking terpesonanya^^.
Setelah mendengar lagu-lagu di album Bonamana pun aku merasakan perbedaan yang menurutku mengarah ke positif. Walau dengan jumlah yang hanya bersepuluh, Super Junior tetap tampil prima di album ini dan malah semakin menunjukkan kematangan dalam berolah vokal. Pada awalnya, di lagu Bonamana aku sempat tidak dapat mengenali vokal siapa saja yang sedang bernyanyi, tapi pada akhirnya setelah beberapa kali mendengarkan dan setelah melihat videonya aku berhasil kembali menemukan vokal siapa saja saat sedang menyanyikan bait-bait lagu Bonamana. Di album kali ini pun KRY masih menjadi vokal utama, tetapi tidak mengenyampingkan anggota yang lainnya. Lagu Boom Boom terasa unik dan berbeda dengan lagu-lagu Super Junior kebanyakan. KRY pun kembali memamerkan kemampuan vokal mereka pada sejumlah lagu ballad yang ada di album ini. Secara keseluruhan, album ini sangat sayang bila dilewatkan, khususnya bagi para penggemar Super Junior. Bagi yang ingin mencoba sensasi dance boyband yang manly, silahkan mencoba mendengarkan album ini dan tontonlah videonya^^
Jumat, 09 April 2010
Untuk Dia yang Tak Pernah Kembali
Ada yang hilang saat dia pergi…
Ada yang terasa perih saat dia tak ada…
Ada yang merana saat dia lenyap…
Jiwaku hilang…
Hatiku perih…
Diriku merana…
Mengapa dia pergi tanpa kata-kata?
Mengapa dia tak ada lagi saat aku membutuhkannya?
Mengapa dia lenyap dari kehidupanku?
Aku ingin dia kembali…
Aku ingin dia ada…
Aku ingin dia tak lenyap dari duniaku…
Perkenalan di hari itu…
Cerita-cerita yang terangkai antara aku dan dia…
Masa-masa yang begitu singkat…
Sesuatu yang sulit untuk kulupakan…
Surat yang tak pernah dibalas…
Kata-kata yang menggantung di telepon…
Suara yang tak lagi kukenal…
Sosok yang asing bagiku…
Benarkah itu kamu?
Ada yang terasa perih saat dia tak ada…
Ada yang merana saat dia lenyap…
Jiwaku hilang…
Hatiku perih…
Diriku merana…
Mengapa dia pergi tanpa kata-kata?
Mengapa dia tak ada lagi saat aku membutuhkannya?
Mengapa dia lenyap dari kehidupanku?
Aku ingin dia kembali…
Aku ingin dia ada…
Aku ingin dia tak lenyap dari duniaku…
Perkenalan di hari itu…
Cerita-cerita yang terangkai antara aku dan dia…
Masa-masa yang begitu singkat…
Sesuatu yang sulit untuk kulupakan…
Surat yang tak pernah dibalas…
Kata-kata yang menggantung di telepon…
Suara yang tak lagi kukenal…
Sosok yang asing bagiku…
Benarkah itu kamu?
Seribu Bangau Kertas
Bangau kertas itu hadir lagi di hadapanku. Kali ini jumlahnya sepuluh buah. Di antara bangau-bangau kertas itu terselip sebuah surat tanpa nama. Lagi-lagi surat yang bertuliskan “semoga kamu suka”. Tak ada nama penulisnya. Hanya bangau-bangau kertas bisu itu yang tahu siapa yang mengirim mereka ke hadapanku.
Sudah seminggu ini aku mendapatkan bangau-bangau kertas di meja kelasku. Tak ada nama penulis dan tak ada yang tahu siapa menaruh bangau-bangau kertas itu di mejaku.
“Secret admirer lo kali!” kata Tirta sewaktu aku menceritakan tentang bangau-bangau kertas itu.
“Masa’, sih? Perasaan gw nggak populer di sekolah,” kataku tak yakin.
Memang benar, aku bukan termasuk kategori cewek populer di sekolahku. Aku hanya seorang anggota PMR yang menjadi sukarelawan atau perawat saat ada yang sakit. Mana mungkin aku punya secret admirer?
“Bisa aja dari salah seorang yang pernah lo tolong,” kata Tirta berusaha meyakinkan.
Aku mulai mengingat-ingat siapa saja yang pernah kuobati sewaktu terluka. Adam. Cowok sinis itu yang pertama kali terlintas dalam benakku. Sewaktu dia terluka saat pertandingan futsal, akulah yang merawatnya. Namun, itu tidak mungkin karena, dia sangat membenci cewek.
Chris. Cowok yang hobi membuat percobaan di laboraturium sekolah. Sewaktu dia terkena luka baker, aku yang mengobatinya. Aku langsung geleng-geleng kepala sendiri. Mana mungkin cewek yang tidak suka pelajaran Kimia sepertiku masuk dalam daftar cewek yang disukai Chris?
Theo. Cowok keren yang sangat hebat dalam bermain gitar. Waktu dia tersengat aliran listrik, akulah yang menolongnya. Namun, dia langsung kucoret dari daftar cowok yang kuharap menjadi secret admirerku. Cowok playboy seperti dia? Haah…jangan sampai, deh!
Selain mereka bertiga masih banyak lagi cowok-cowok yang pernah kutolong dan kuobati sewaktu mereka terluka, tapi mereka semua tidak mungkin menjadi secret admirerku. Mereka semua sudah punya pacar masing-masing.
Haah…aku pun semakin bingung dan bertanya-tanya : mungkinkah bangau-bangau kertas itu pemberian seorang secret admirer?
***
Sekali lagi sepuluh bangau kertas tergeletak di mejaku. Kali ini terselip kelopak-kelopak bunga mawar di dalamnya. Aku tak habis pikir, siapa yang rela menghabiskan waktunya untuk membuat begitu banyak bangau kertas ini? Lalu apa pula maksud pengirimnya menyelipkan kelopak bunga mawar kali ini? Aroma mawar yang menyengat membuat kepalaku jadi pusing. Aku tak pernah cocok dengan wangi bunga yang satu ini.
“Bangau kertas lagi?” tegur Tirta.
Aku mengangguk. Dengan malas kumasukkan bangau-bangau kertas itu ke dalam tasku.
“Siapa, sih sebenarnya yang ngasih bangau-bangau kertas ini?” gerutuku.
“Kok lo kayaknya nggak suka gitu?” tanya Tirta bingung.
“Ya iyalah! Siapa juga yang nggak kesal kalau dikirimin kayak barang begini tanpa nama?” kataku sewot.
“Bukannya terasa romantis dikirimin kayak beginian?” tanya Tirta.
“Hah?? Romantis apaan! Yang ada juga gw berasa mau dipelet! Mana pake bunga mawar segala, baunya bikin kepala gw pusing!” sambarku ketus.
“Terus, hal yang menurut lo romantis apaan?” tanya Tirta.
Aku pun mencoba memikirkan hal apa yang kuanggap romantis. “Puisi,” kataku pelan.
Tirta terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tampak begitu serius menanggapi perkataanku. Keningnya mengernyit tanda ia sedang berpikir.
“Jadi lo suka puisi,” gumamnya pelan.
Aku pun menatap heran dirinya. “Lo kenapa?” tanyaku bingung.
Tirta hanya cengar-cengir mendengar pertanyaanku kemudian pergi tanpa mengatakan apa-apa. Aku jadi curiga, jangan-jangan dia ada kaitannya dengan pengirim bangau-bangau kertas ini.
***
Bangau kertas itu kembali muncul di hadapanku, tapi kali ini terdapat puisi di antara bangau-bangau kertas itu. Aku jadi curiga pada Tirta karena, kemarin dia yang bertanya tentang hal yang kuanggap romantis dan kujawab puisi. Ditambah lagi hari ini cowok kurus itu tidak masuk sekolah, aku pun semakin curiga padanya. Apa maksudnya dia mengirimiku bangau-bangau kertas ini?
***
“Ada cowok nyariin lo, tuh!” kata Kak Teguh, kakakku.
“Hah? Nggak salah? Ada cowok yang nyariin gw?” tanyaku tak yakin.
“Orang jelas-jelas dia nanyain ‘bisa ketemu Keisha?’ Ya udah pastilah dia nyariin elo!” kata Kak Teguh agak kesal.
Dengan rasa penasaran sekaligus bingung, aku pun menghampiri cowok yang dikatakan Kak Teguh itu di ruang tamu. Aku menduga yang datang adalah Tirta, tapi Kak Teguh kenal dengan Tirta, jadi seharusnya dia tinggal bilang kalau yang datang adalah Tirta. Namun, Kak Teguh tak menyebutkan siapa cowok yang datang ini, berarti dia tidak kenal dengan cowok ini. Aku masih terus memikirkan siapa sebenarnya sosok cowok yang datang mencariku ini hingga aku melihat dirinya di ruang tamu. Bibirku tak sanggup berkata-kata. Ini bukan mimpi, kan? Yang datang mencariku adalah A-D-A-M, ADAM! Yang benar saja!
“A…A…Adam?” tegurku terkejut.
“Ada yang perlu gw certain ke elo,” katanya sambil bangkit dari duduknya.
“Soal apa?” tanyaku bingung.
“Ngg…gw mau jujur sama lo, yang ngasih lo bangau kertas pake kelopak bunga mawar itu gw,” cerita Adam lancar.
“HAAH??” teriakku tak percaya.
Yang benar saja! Adam yang mengirimiku bangau kertas dengan kelopak bunga mawar? Ini pasti mimpi! Padahal aku sudah menduga-duga kalau yang mengirimiku bangau-bangau kertas itu adalah Tirta.
“Jadi, lo juga yang ngirimin gw bangau kertas pake surat dan puisi?” tanyaku lagi.
Adam menggelengkan kepalanya. “Bukan, kalau yang itu bukan gw yang ngirimin.”
Bukan Adam yang mengirimkannya? Lalu siapa? Apa Adam tahu siapa yang mengirimkannya untukku?
“Maksud lo ada orang lain yang juga ngirimin bangau-bangau kertas itu?” tanyaku penasaran.
Adam hanya tersenyum sambil berkata, “Ntar lo bakal lo tahu.” Kemudian dia pun pamit pulang, meninggalkanku yang masih terpaku dan penasaran siapa yang juga mengirimkan bangau-bangau kertas itu selain dirinya.
***
Kelas sudah sepi. Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Aku masih sibuk membersihkan kelas. Tugas piket harian ini tak bisa kutolak. Sialnya hanya aku yang piket. Tirta sudah melarikan diri sebelum aku sempat menegurnya, padahal aku juga berniat bertanya tentang pengirim bangau-bangau kertas padanya. Namun, tampaknya dia dapat memprediksi bahwa aku akan bertanya padanya sehingga dia langsung kabur begitu bel berbunyi. Vanya, Adit, dan Inez pun langsung berlari keluar kelas sebelum aku sempat memanggil mereka. Sudah dapat dipastikan mereka menghampiri kelas pacar mereka masing-masing dan memilih pergi bersama pacar masing-masing daripada membersihkan kelas bersamaku. Sebenarnya aku pun sudah berniat keluar kelas untuk mengejar Tirta dan bertanya padanya, tapi Bu Maryam telah berdeham saat aku hendak pergi keluar kelas. Dia memanggil nama lengkapku dan bertanya hendak ke mana diriku serta mengingatkan bahwa aku harus piket. Alasan untuk memanggil teman-temanku yang kabur tidak piket juga tak berhasil melepaskanku dari suruhan Bu Maryam untuk tetap di kelas dan mengerjakan tugas piketku. Jadilah diriku yang jomblo dan tak bisa melarikan diri dari pengawasan Bu Maryam ini membersihkan kelas seorang diri sambil memikirkan cara balas dendam kepada teman-temanku yang kabur piket itu. Selain itu aku juga memikirkan bagaimana caranya untuk menangkap Tirta dan meminta penjelasan darinya perihal bangau-bangau kertas itu.
Setelah mengerjakan tugas piket dan mendapatkan tanda dari Bu Maryam bahwa kelas terlihat bersih di matanya, barulah aku bisa pergi meninggalkan kelas. Aku pun merogoh saku kemejaku dan mengambil handphoneku untuk menelepon Tirta. Namun, ternyata dia menonaktifkan handphonenya. Haah…Aku berusaha mencari ide bagaimana agar bisa bertanya pada Tirta hingga tak kusadari aku telah berjalan kembali ke dalam kelas. Kucoba mencari petunjuk di laci meja Tirta, siapa tahu dia meninggalkan sebuah bangau kertas yang bisa kujadikan barang bukti, tapi ternyata tidak. Aku pun jadi ragu apakah Tirta—selain Adam tentunya—yang mengirimkan bangau-bangau kertas itu. Apakah orang lain yang mengirimkannya? Sambil menghela napas, aku pun duduk bertopang dagu di kursi Tirta. Rasanya aku memang tak akan menemukan jawabannya hingga aku bertemu dengan Tirta dan menanyakan langsung padanya.
Tiba-tiba saja Chris dan Theo masuk ke dalam kelasku. Aku pun mengernyit tanda keheranan. Mau apa mereka?
“Hei, Sha!” tegur Theo sambil mengeluarkan senyum mautnya yang biasanya membuat para cewek di sekolahku terpesona—yang sayangnya tidak mempan padaku.
Chris berjalan di sampingnya dan juga ikut tersenyum padaku. Aku pun memandang heran tanpa menjawab sapaan Theo barusan.
“Ngapain lo berdua di sini?” tanyaku bingung.
Mereka berdua pun duduk di hadapanku. Bulu kudukku langsung terasa merinding, apalagi Theo memandangku dengan jahil. Sepertinya akan terjadi hal yang tidak menyenangkan padaku nanti.
“Lo pasti lagi penasaran soal bangau-bangau kertas, deh,” kata Theo sambil duduk bertopang dagu di hadapanku.
Mataku membesar mendengar perkataannya. “Kok lo bisa tahu?”
Theo kembali tersenyum, kali ini bahkan senyumannya lebih lebar. Aku semakin merinding dibuatnya.
“Sebenarnya gw, Chris, dan Adam yang ngasih bangau-bangau kertas itu,” kata Theo.
Aku membelalakkan mata mendengar perkataan Theo. Yang benar saja! Jadi ini yang dimaksud Adam kemarin? Chris dan Theo yang mengirimkan bangau-bangau kertas itu selain dirinya? Mimpi apa aku semalam?
“Kita bertiga gantian ngasih lo bangau-bangau kertas itu,” tambah Chris.
“Hah??” kataku tak percaya.
Theo menganggukkan kepalanya. “Gw yang ngasih bangau kertas pake puisi, Chris yang ngasih bangau kertas pake surat, Adam yang ngasih bangau kertas pake kelopak bunga mawar.”
Aku berusaha mencerna semua yang dikatakan Theo dan Chris. Ini sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Untuk apa mereka bertiga memberiku bangau kertas?
“Kenapa lo bertiga ngasih bangau kertas buat gw?” tanyaku sambil memegang kepalaku yang kurasa mulai pusing karena masalah ini.
“Cuma sebagai tanda terima kasih,” jawab Chris.
“Kenapa bangau kertas?” tanyaku lagi.
“Bukannya lo suka bangau kertas?” tanya Chris balik.
Aku menoleh tak percaya padanya. Sejak kapan aku suka dengan bangau kertas?
“Lo pada tahu dari mana gw suka bangau kertas?” tanyaku bingung.
“Tirta,” jawab Chris dan Theo bersamaan.
Aku melongo mendengar jawaban mereka. Tirta tahu dari mana aku suka bangau kertas? Perasaan aku tidak pernah bilang kalau aku suka benda-benda origami seperti itu.
“Katanya Tirta lo pingin ngumpulin seribu bangau kertas buat ngabulin permintaan lo,” lanjut Theo.
“Jadi kita patungan bikin bangau kertas buat lo, itung-itung balas budi karena lo dah pernah nolongin kita,” sambung Chris.
Cerita seperti apa itu? Sejak kapan aku pernah bilang aku menginginkan bangau kertas untuk mengabulkan permohonanku? Seingatku aku membuat banyak bangau kertas hanya untuk kujadikan tirai jendela kamarku. Mengapa Tirta bisa berpikiran kalau aku menginginkan seribu bangau kertas untuk mengabulkan permohonanku?
“Ternyata lo manis dan polos, ya?” kata Theo sambil bangkit dari duduknya dan perlahan mendekatiku.
Aku menggeser dudukku menjauhi dirinya. Namun, tiba-tiba Chris sudah berada di sisi tempat aku bergeser.
“Kemarin Adam pasti udah ngaku kan ke elo?” kata Chris sambil duduk di sebelahku.
“Yah, berhubung dia lagi nggak mau berhubungan ama cewek, berarti pilihan lo tinggal gw atau Chris,” sambung Theo.
“Hah? Maksud lo apaan, nih?” tanyaku takut-takut.
“Udah jelas, kan? Lo harus milih antara gw atau Theo buat jadi cowok lo,” kata Chris sambil tersenyum mengejek.
Rasanya aku ingin kabur saat mendengar perkataan Chris, tapi sialnya mereka berdua duduk di kedua sisiku. Aku tak punya peluang untuk keluar dari kepungan mereka berdua. Aku sibuk mencari ide hingga akhirnya aku melihat ke jendela kelas dan terlihatlah sosok Tirta dengan pandangan minta maafnya.
“Tirta!!” jeritku.
Namun, Tirta langsung berlari pergi begitu mendengar jeritanku. Tinggallah aku dengan kedua cowok yang sedang mengerubungiku ini.
“Jadi, lo pilih siapa?” tanya Theo.
Wajahku pucat. Rasanya aku akan menghajar Tirta nanti…***
Sudah seminggu ini aku mendapatkan bangau-bangau kertas di meja kelasku. Tak ada nama penulis dan tak ada yang tahu siapa menaruh bangau-bangau kertas itu di mejaku.
“Secret admirer lo kali!” kata Tirta sewaktu aku menceritakan tentang bangau-bangau kertas itu.
“Masa’, sih? Perasaan gw nggak populer di sekolah,” kataku tak yakin.
Memang benar, aku bukan termasuk kategori cewek populer di sekolahku. Aku hanya seorang anggota PMR yang menjadi sukarelawan atau perawat saat ada yang sakit. Mana mungkin aku punya secret admirer?
“Bisa aja dari salah seorang yang pernah lo tolong,” kata Tirta berusaha meyakinkan.
Aku mulai mengingat-ingat siapa saja yang pernah kuobati sewaktu terluka. Adam. Cowok sinis itu yang pertama kali terlintas dalam benakku. Sewaktu dia terluka saat pertandingan futsal, akulah yang merawatnya. Namun, itu tidak mungkin karena, dia sangat membenci cewek.
Chris. Cowok yang hobi membuat percobaan di laboraturium sekolah. Sewaktu dia terkena luka baker, aku yang mengobatinya. Aku langsung geleng-geleng kepala sendiri. Mana mungkin cewek yang tidak suka pelajaran Kimia sepertiku masuk dalam daftar cewek yang disukai Chris?
Theo. Cowok keren yang sangat hebat dalam bermain gitar. Waktu dia tersengat aliran listrik, akulah yang menolongnya. Namun, dia langsung kucoret dari daftar cowok yang kuharap menjadi secret admirerku. Cowok playboy seperti dia? Haah…jangan sampai, deh!
Selain mereka bertiga masih banyak lagi cowok-cowok yang pernah kutolong dan kuobati sewaktu mereka terluka, tapi mereka semua tidak mungkin menjadi secret admirerku. Mereka semua sudah punya pacar masing-masing.
Haah…aku pun semakin bingung dan bertanya-tanya : mungkinkah bangau-bangau kertas itu pemberian seorang secret admirer?
***
Sekali lagi sepuluh bangau kertas tergeletak di mejaku. Kali ini terselip kelopak-kelopak bunga mawar di dalamnya. Aku tak habis pikir, siapa yang rela menghabiskan waktunya untuk membuat begitu banyak bangau kertas ini? Lalu apa pula maksud pengirimnya menyelipkan kelopak bunga mawar kali ini? Aroma mawar yang menyengat membuat kepalaku jadi pusing. Aku tak pernah cocok dengan wangi bunga yang satu ini.
“Bangau kertas lagi?” tegur Tirta.
Aku mengangguk. Dengan malas kumasukkan bangau-bangau kertas itu ke dalam tasku.
“Siapa, sih sebenarnya yang ngasih bangau-bangau kertas ini?” gerutuku.
“Kok lo kayaknya nggak suka gitu?” tanya Tirta bingung.
“Ya iyalah! Siapa juga yang nggak kesal kalau dikirimin kayak barang begini tanpa nama?” kataku sewot.
“Bukannya terasa romantis dikirimin kayak beginian?” tanya Tirta.
“Hah?? Romantis apaan! Yang ada juga gw berasa mau dipelet! Mana pake bunga mawar segala, baunya bikin kepala gw pusing!” sambarku ketus.
“Terus, hal yang menurut lo romantis apaan?” tanya Tirta.
Aku pun mencoba memikirkan hal apa yang kuanggap romantis. “Puisi,” kataku pelan.
Tirta terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tampak begitu serius menanggapi perkataanku. Keningnya mengernyit tanda ia sedang berpikir.
“Jadi lo suka puisi,” gumamnya pelan.
Aku pun menatap heran dirinya. “Lo kenapa?” tanyaku bingung.
Tirta hanya cengar-cengir mendengar pertanyaanku kemudian pergi tanpa mengatakan apa-apa. Aku jadi curiga, jangan-jangan dia ada kaitannya dengan pengirim bangau-bangau kertas ini.
***
Bangau kertas itu kembali muncul di hadapanku, tapi kali ini terdapat puisi di antara bangau-bangau kertas itu. Aku jadi curiga pada Tirta karena, kemarin dia yang bertanya tentang hal yang kuanggap romantis dan kujawab puisi. Ditambah lagi hari ini cowok kurus itu tidak masuk sekolah, aku pun semakin curiga padanya. Apa maksudnya dia mengirimiku bangau-bangau kertas ini?
***
“Ada cowok nyariin lo, tuh!” kata Kak Teguh, kakakku.
“Hah? Nggak salah? Ada cowok yang nyariin gw?” tanyaku tak yakin.
“Orang jelas-jelas dia nanyain ‘bisa ketemu Keisha?’ Ya udah pastilah dia nyariin elo!” kata Kak Teguh agak kesal.
Dengan rasa penasaran sekaligus bingung, aku pun menghampiri cowok yang dikatakan Kak Teguh itu di ruang tamu. Aku menduga yang datang adalah Tirta, tapi Kak Teguh kenal dengan Tirta, jadi seharusnya dia tinggal bilang kalau yang datang adalah Tirta. Namun, Kak Teguh tak menyebutkan siapa cowok yang datang ini, berarti dia tidak kenal dengan cowok ini. Aku masih terus memikirkan siapa sebenarnya sosok cowok yang datang mencariku ini hingga aku melihat dirinya di ruang tamu. Bibirku tak sanggup berkata-kata. Ini bukan mimpi, kan? Yang datang mencariku adalah A-D-A-M, ADAM! Yang benar saja!
“A…A…Adam?” tegurku terkejut.
“Ada yang perlu gw certain ke elo,” katanya sambil bangkit dari duduknya.
“Soal apa?” tanyaku bingung.
“Ngg…gw mau jujur sama lo, yang ngasih lo bangau kertas pake kelopak bunga mawar itu gw,” cerita Adam lancar.
“HAAH??” teriakku tak percaya.
Yang benar saja! Adam yang mengirimiku bangau kertas dengan kelopak bunga mawar? Ini pasti mimpi! Padahal aku sudah menduga-duga kalau yang mengirimiku bangau-bangau kertas itu adalah Tirta.
“Jadi, lo juga yang ngirimin gw bangau kertas pake surat dan puisi?” tanyaku lagi.
Adam menggelengkan kepalanya. “Bukan, kalau yang itu bukan gw yang ngirimin.”
Bukan Adam yang mengirimkannya? Lalu siapa? Apa Adam tahu siapa yang mengirimkannya untukku?
“Maksud lo ada orang lain yang juga ngirimin bangau-bangau kertas itu?” tanyaku penasaran.
Adam hanya tersenyum sambil berkata, “Ntar lo bakal lo tahu.” Kemudian dia pun pamit pulang, meninggalkanku yang masih terpaku dan penasaran siapa yang juga mengirimkan bangau-bangau kertas itu selain dirinya.
***
Kelas sudah sepi. Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Aku masih sibuk membersihkan kelas. Tugas piket harian ini tak bisa kutolak. Sialnya hanya aku yang piket. Tirta sudah melarikan diri sebelum aku sempat menegurnya, padahal aku juga berniat bertanya tentang pengirim bangau-bangau kertas padanya. Namun, tampaknya dia dapat memprediksi bahwa aku akan bertanya padanya sehingga dia langsung kabur begitu bel berbunyi. Vanya, Adit, dan Inez pun langsung berlari keluar kelas sebelum aku sempat memanggil mereka. Sudah dapat dipastikan mereka menghampiri kelas pacar mereka masing-masing dan memilih pergi bersama pacar masing-masing daripada membersihkan kelas bersamaku. Sebenarnya aku pun sudah berniat keluar kelas untuk mengejar Tirta dan bertanya padanya, tapi Bu Maryam telah berdeham saat aku hendak pergi keluar kelas. Dia memanggil nama lengkapku dan bertanya hendak ke mana diriku serta mengingatkan bahwa aku harus piket. Alasan untuk memanggil teman-temanku yang kabur tidak piket juga tak berhasil melepaskanku dari suruhan Bu Maryam untuk tetap di kelas dan mengerjakan tugas piketku. Jadilah diriku yang jomblo dan tak bisa melarikan diri dari pengawasan Bu Maryam ini membersihkan kelas seorang diri sambil memikirkan cara balas dendam kepada teman-temanku yang kabur piket itu. Selain itu aku juga memikirkan bagaimana caranya untuk menangkap Tirta dan meminta penjelasan darinya perihal bangau-bangau kertas itu.
Setelah mengerjakan tugas piket dan mendapatkan tanda dari Bu Maryam bahwa kelas terlihat bersih di matanya, barulah aku bisa pergi meninggalkan kelas. Aku pun merogoh saku kemejaku dan mengambil handphoneku untuk menelepon Tirta. Namun, ternyata dia menonaktifkan handphonenya. Haah…Aku berusaha mencari ide bagaimana agar bisa bertanya pada Tirta hingga tak kusadari aku telah berjalan kembali ke dalam kelas. Kucoba mencari petunjuk di laci meja Tirta, siapa tahu dia meninggalkan sebuah bangau kertas yang bisa kujadikan barang bukti, tapi ternyata tidak. Aku pun jadi ragu apakah Tirta—selain Adam tentunya—yang mengirimkan bangau-bangau kertas itu. Apakah orang lain yang mengirimkannya? Sambil menghela napas, aku pun duduk bertopang dagu di kursi Tirta. Rasanya aku memang tak akan menemukan jawabannya hingga aku bertemu dengan Tirta dan menanyakan langsung padanya.
Tiba-tiba saja Chris dan Theo masuk ke dalam kelasku. Aku pun mengernyit tanda keheranan. Mau apa mereka?
“Hei, Sha!” tegur Theo sambil mengeluarkan senyum mautnya yang biasanya membuat para cewek di sekolahku terpesona—yang sayangnya tidak mempan padaku.
Chris berjalan di sampingnya dan juga ikut tersenyum padaku. Aku pun memandang heran tanpa menjawab sapaan Theo barusan.
“Ngapain lo berdua di sini?” tanyaku bingung.
Mereka berdua pun duduk di hadapanku. Bulu kudukku langsung terasa merinding, apalagi Theo memandangku dengan jahil. Sepertinya akan terjadi hal yang tidak menyenangkan padaku nanti.
“Lo pasti lagi penasaran soal bangau-bangau kertas, deh,” kata Theo sambil duduk bertopang dagu di hadapanku.
Mataku membesar mendengar perkataannya. “Kok lo bisa tahu?”
Theo kembali tersenyum, kali ini bahkan senyumannya lebih lebar. Aku semakin merinding dibuatnya.
“Sebenarnya gw, Chris, dan Adam yang ngasih bangau-bangau kertas itu,” kata Theo.
Aku membelalakkan mata mendengar perkataan Theo. Yang benar saja! Jadi ini yang dimaksud Adam kemarin? Chris dan Theo yang mengirimkan bangau-bangau kertas itu selain dirinya? Mimpi apa aku semalam?
“Kita bertiga gantian ngasih lo bangau-bangau kertas itu,” tambah Chris.
“Hah??” kataku tak percaya.
Theo menganggukkan kepalanya. “Gw yang ngasih bangau kertas pake puisi, Chris yang ngasih bangau kertas pake surat, Adam yang ngasih bangau kertas pake kelopak bunga mawar.”
Aku berusaha mencerna semua yang dikatakan Theo dan Chris. Ini sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Untuk apa mereka bertiga memberiku bangau kertas?
“Kenapa lo bertiga ngasih bangau kertas buat gw?” tanyaku sambil memegang kepalaku yang kurasa mulai pusing karena masalah ini.
“Cuma sebagai tanda terima kasih,” jawab Chris.
“Kenapa bangau kertas?” tanyaku lagi.
“Bukannya lo suka bangau kertas?” tanya Chris balik.
Aku menoleh tak percaya padanya. Sejak kapan aku suka dengan bangau kertas?
“Lo pada tahu dari mana gw suka bangau kertas?” tanyaku bingung.
“Tirta,” jawab Chris dan Theo bersamaan.
Aku melongo mendengar jawaban mereka. Tirta tahu dari mana aku suka bangau kertas? Perasaan aku tidak pernah bilang kalau aku suka benda-benda origami seperti itu.
“Katanya Tirta lo pingin ngumpulin seribu bangau kertas buat ngabulin permintaan lo,” lanjut Theo.
“Jadi kita patungan bikin bangau kertas buat lo, itung-itung balas budi karena lo dah pernah nolongin kita,” sambung Chris.
Cerita seperti apa itu? Sejak kapan aku pernah bilang aku menginginkan bangau kertas untuk mengabulkan permohonanku? Seingatku aku membuat banyak bangau kertas hanya untuk kujadikan tirai jendela kamarku. Mengapa Tirta bisa berpikiran kalau aku menginginkan seribu bangau kertas untuk mengabulkan permohonanku?
“Ternyata lo manis dan polos, ya?” kata Theo sambil bangkit dari duduknya dan perlahan mendekatiku.
Aku menggeser dudukku menjauhi dirinya. Namun, tiba-tiba Chris sudah berada di sisi tempat aku bergeser.
“Kemarin Adam pasti udah ngaku kan ke elo?” kata Chris sambil duduk di sebelahku.
“Yah, berhubung dia lagi nggak mau berhubungan ama cewek, berarti pilihan lo tinggal gw atau Chris,” sambung Theo.
“Hah? Maksud lo apaan, nih?” tanyaku takut-takut.
“Udah jelas, kan? Lo harus milih antara gw atau Theo buat jadi cowok lo,” kata Chris sambil tersenyum mengejek.
Rasanya aku ingin kabur saat mendengar perkataan Chris, tapi sialnya mereka berdua duduk di kedua sisiku. Aku tak punya peluang untuk keluar dari kepungan mereka berdua. Aku sibuk mencari ide hingga akhirnya aku melihat ke jendela kelas dan terlihatlah sosok Tirta dengan pandangan minta maafnya.
“Tirta!!” jeritku.
Namun, Tirta langsung berlari pergi begitu mendengar jeritanku. Tinggallah aku dengan kedua cowok yang sedang mengerubungiku ini.
“Jadi, lo pilih siapa?” tanya Theo.
Wajahku pucat. Rasanya aku akan menghajar Tirta nanti…***
Langganan:
Komentar (Atom)